Kurikulum sejak 1947 s/d 2013


Pasca kemerdekaan, Indonesia telah mengalami beberapa pergantian kurikulum yang dikelompokkan berdasarkan tiga  kelompok kurikulum, yakni rencana pelajaran, kurikulum berbasis tujuan, dan kurikulum berorientasi kompetensi.

I.        KURIKULUM RENCANA PELAJARAN (1947-1968)
1)     KURIKULUM 1947 (RENTJANA PELAJARAN 1947)
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Kurikulum  yang dipakai oleh Bangsa Indonesia pada tahun 1947 adalah Rentjana Pelajaran 1947. Bentuknya memuat dua hal pokok, yaitu (1) daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, (2) garis-garis besar pengajaran.
Kurikulum pada tahun ini masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan kurikulum yang pernah digunakan sebelumnya oleh Belanda. Rentjana Pelajaran 1947  boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda dan kurikulum ini tujuannya tidak menekankan pada pendidikan pikiran, tetapi yang diutamakan adalah pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Sedangkan materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani. Jadi untuk kurikulum SD pun masih dipengaruhi dengan kolonial Belanda. Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok:
a) Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya
b) Garis-garis besar pengajaran (GBP)

2)     KURIKULUM 1952 ( RENTJANA PELADJARAN TERURAI 1952 )
Usaha yang dilakukan oleh Menteri PP dan K (Mr. Soewandi) untuk mengubah sistem pendidikan dan pengajaran sehingga akan lebih sesuai dengan keinginan dan cita-cita bangsa Indonesia. Pembentukan Panitia Penyelidik Pengajaran adalah dalam rangka mengubah sistem pendidikan kolonial ke dalam sistem pendidikan nasional. Sebagai konsekuensi dari perubahan sistem itu, maka kurikulum pada semua tingkat pendidikan mengalami perubahan pula, sehingga yang semula diorientasikan kepada kepentingan kolonial maka kini diubah selaras dengan kebutuhan bangsa yang merdeka. Salah satu hasil panitia tersebut yang menyangkut kurikulum adalah bahwa setiap rencana pelajaran pada setiap tingkat pendidikan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut (Depdikbud, 1979:108):

  1. Pendidikan pikiran harus dikurangi
  2. Isi pelajaran harus dihubungkan terhadap kesenian
  3. Pendidikan watak
  4. Pendidikan jasmani
  5. Kewarganegaraan dan masyarakat
3)      KURIKULUM 1964 ( RENTJANA PELADJARAN 1964 )
Rencana Pendidikan 1964 melahirkan Kurikulum 1964 yang menitik beratkan pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral, yang kemudian dikenal dengan istilah Pancawardhana. Disebut Pancawardhana karena lima kelompok bidang studi, yaitu kelompok perkembangan moral, kecerdasan, emosional/artisitk, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pada saat itu pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis, yang disesuaikan dengan perkembangan anak.

4)     KURIKULUM 1968
Lahirnya Orde Baru memberikan warna tersendiri dalam sistem pendidikan Indonesia. Sesuai dengan  ketetapan TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1966 tentang Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan, maka dirumuskan mengenai tujuan pendidikan sebagai bentuk manusia Pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 1945. Isi dari kurikulum 1968 ialah mempertinggi mental-moral-budi pekerti dan memperkuat keyakinan beragama, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, membina/memperkembangkan fisik yang kuat dan sehat.
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat. Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya Sembilan.

II.        KURIKULUM BERORIENTASI PENCAPAIAN TUJUAN (1975-1994)
5)        KURIKULUM 1975
Pada tahun 1973, GBHN pertama dilaksanakan sebagai Keputusan MPR No. II/MPR/1973. Berdasarkan TAP MPR ini dan juga hasil dari beberapa percobaan dalam bidang pendidikan dan pengajaran maka disusun kurikulum 1975. Untuk pertama kalinya kurikulum ini didasarkan pada tujuan pendidikan yang jelas. Dari tujuan pendidikan tersebut dijabarkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai yaitu tujuan instruksional umum, tujuan instruksional khusus, dan berbagai rincian lainnya sehingga jelas apa yang akan dicapai melalui kurikulum tersebut.
Kurikulum ini memiliki kelemahan di mana diberlakukan sistem sentralistik dan menganggap bahwa para guru di sekolah-sekolah sampai ke daerah-daerah terpencil mengerti dengan sendirinya tujuan kurikulum. Selain itu, setiap usaha pembaruan pendidikan, pemerintah tidak mengikutsertakan guru sejak awal padahal guru sebagai pelaksana pembelajaran di kelas, sehingga bukanlah dipandang sebagai objek tetapi subjek.
Dalam kurikulum ini, satu hal yang menonjol adalah dengan digunakannya sistem instruksional. Dalam tiap mata pelajaran, diberikan tujuan kurikulum, dan di tiap bahasan, diberikan pula tujuan instruksional bagi guru dan siswa apa yang harus dicapai. Jadi dalam pengajaran, sudah ditentukan tujuan-tujuan yang setelah proses belajar, harus dicapai oleh siswa. Hal ini tentu saja membuat bahan ajar tidak bisa berkembang. Proses belajar ditentukan terlebih dahulu oleh pembuat kebijakan tentang output yang ingin dihasilkan. Siswa dan guru akan cenderung lebih pasif dalam proses belajar mengajar.

6)        KURIKULUM 1984
Kurikulum 1984 merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1975. Dengan masukan yang sangat berarti dari hasil komisi pembaharuan pendidikan nasional, begitu pula dengan TAP MPR No. IV/1983, maka lahirlah Kurikulum 1984 dengan ciri-ciri menonjol menjawab tiga pertanyaan pokok sebagai berikut: a) apa yang akan diajarkan? b) Mengapa diajarkan? c) Bagaimana diajarkan?
Perbaikan yang dilakukan dalam kurikulum ini adalah adanya CBSA dan sistem spiral. CBSA adalah singkatan dari Cara Belajar Siswa Aktif. Di sini, siswa akan lebih dilibatkan dalam pengembangan proses belajar mengajar. Meski sistem instruksional masih tetap dipertahankan, namun siswa diberi kebebasan untuk mengembangkan cara untuk mencapai tujuan tersebut. Di sini pusat pembelajaran mulai bergeser dari teacher oriented, ke student oriented. Selain itu, ada pula sistem spiral yang tiap jenjang pendidikan mata pelajaran akan berbeda dari segi kedalaman materi. Sehingga demikan, semakin tinggi jenjang pendidikannya, maka materi yang diberikan akan semakin dalam dan detil. Adapun ciri umum kurikulum ini adalah sebagai berikut:
  1. Berorientasi kepada tujuan instruksional.
  2. Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA).
  3. Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral.
  4. Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan.
  5. Menggunakan pendekatan keterampilan proses.
7)         KURIKULUM 1994
Menyadari akan kebutuhan pembangunan nasional, demikian pula dengan lahirnya Undang-Undang Pokok Pendidikan Nasional No. 02 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, maka dirasa perlu menyusun suatu kurikulum baru sebagai penyempurnaan dari Kurikulum 1984. Kurikulum ini dilaksanakan dan diberlakukan mulai tahun 1994/1995 secara bertahap. Dimulai pada tahun 1994/1995 Kurikulum 1994 diberlakukan untuk kelas 1 dan 4 SD, kelas 1 SMP, dan kelas 1 SMA.
Adapun ciri umum dari kurikulum ini adalah sebagai berikut:
  1. Sifat kurikulum objective based curriculum
  2. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan.
  3. Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi).
  4. Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia.
  5. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial.
III.        KURIKULUM BERORIENTASI KOMPETENSI (2004-2013)
8)            KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI (KBK) 2004
Mulai tahun 2004 Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) diterapkan di Indonesia. Secara singkat dengan KBK ini ditekankan agar siswa yang mengikuti pendidikan di sekolah memiliki kompetensi yang diinginkan. Kompetensi merupakan perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, nilai serta sikap yang ditunjukkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak (Mulyasa, E., 2010:37). Sehingga KBK diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat siswa agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk keterampilan, tepat, dan berhasil dengan penuh tanggung jawab. KBK mencakup beberapa kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran yang harus dicapai siswa. Kegiatan pembelajaran pun diarahkan untuk membantu siswa menguasai kompetensi-kompetensi agar tujuan pembelajaran tercapai.
Depdiknas mengemukakan karakteristik KBK ialah sebagai berikut.
  1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal
  2. Berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman
  3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode bervariasi
  4. Sumber belajar bukan hanya guru tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif
  5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
9)             KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) 2006
Sejak tahun 2001, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah telah diberlakukan otonomi daerah bidang pendidikan dan kebudayaan. Visi pokok dari otonomi dalam penyelenggaraan pendidikan bermuara pada upaya pemberdayaan terhadap masyarakat daerah untuk menentukan sendiri  jenis dan muatan kurikulum, proses pembelajaran dan sistem penilaian hasil belajar, guru dan kepala sekolah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disusun untuk menjalankan amanah yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Muslich, 2009:1)
Otonomi penyelenggaraan pendidikan tersebut pada gilirannya berimplikasi pada perubahan sistem majanemen pendidikan dari pola sentralisasi ke desentralisasi dalam pengelolaan pendidikan (Muhaimin, dkk. 2008:2). Guru memiliki otoritas dalam mengembangkan kurikulum secara bebas dengan memperhatikan karakteristik siswa dan lingkungan di sekolahnya.

10)         KURIKULUM 2013
Dalam pemaparannya di Griya Agung Gubernuran Sumatera Selatan (kemdikbud.go.id) , Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Ir. Muhammad Nuh, DEA menegaskan bahwa kurikukulum terbaru 2013 ini lebih ditekankan pada kompetensi dengan pemikiran kompetensi berbasis sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Adapun ciri kurikulum 2013 yang paling mendasar ialah menuntut kemampuan guru dalam berpengetahuan dan mencari tahu pengetahuan sebanyak-banyaknya karena siswa zaman sekarang telah mudah mencari informasi dengan bebas melalui perkembangan teknologi dan informasi. Sedangkan untuk siswa lebih didorong untuk memiliki tanggung jawab kepada lingkungan, kemampuan interpersonal, antarpersonal, maupun memiliki kemampuan berpikir kritis. Tujuannya adalah terbentuk generasi produktif, kreatif, inovatif, dan afektif. Khusus untuk tingkat SD, pendekatan tematik integrative memberi kesempatan siswa untuk mengenal dan memahami suatu tema dalam berbagai mata pelajaran. Pelajaran IPA dan IPS diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Seperti yang dirilis kemdikbud dalam kemdikbud.go.id ada empat aspek yang harus diberi perhatian khusus dalam rencana implementasi dan keterlaksanaan kurikulum 2013.
  1. Kompetensi guru dalam pemahaman substansi bahan ajar, yang menyangkut metodologi pembelajaran, yang nilainya pada pelaksanaan uji kompetensi guru (UKG) baru mencapai rata-rata 44,46
  2. Kompetensi akademik di mana guru harus menguasai metode penyampaian ilmu pengetahuan kepada siswa.
  3. Kompetensi sosial yang harus dimiliki guru agar tidak bertindak asocial kepada siswa dan teman sejawat lainnya.
  4. Kompetensi manajerial atau kepemimpinan karena guru sebagai seorang yang akan digugu dan ditiru siswa                                                

Tidak ada komentar: