Puisi JKMMA : P€n€ntu (49-60)

 

49. Penentu

Waktu begitu cepat bergulir.
Meninggalkan jejak jejak kecemasan dan ketakutan.
Diri tersandera.
Terjebak difobia ketinggian ingin.
Bayangan gelap kondisi sekitar... takut dipermalukan dan ancaman penilaian orang.
Jadilah saat ini yang menentukan bukan yang ditentukan.
Oleh....
siapapun.
Atau...
paling tidak ada kesepakatan.
(Dharmadjaya, 12 September 2021)

===

50. Maaf

Kini ia bagai setetes air yang mencoba memberi arti bagi hak setangkai mawar.
Bahkan...
dengan sopannya kini, ia mencoba lembut memindahkan sebutir debu dari sepatu mahalnya.
Sangat khawatir tuk menyakiti.
Bahkan lagi, ia yang terkini... ikut mencemaskan dan menyampaikan permohonan maaf.
Tak mau dirinya sedetikpun jadi penghalang cahaya matahari menyinari bumi dan makhluk terkandung karena kepentingan diri.
Maafkan.
Oh... maafkanlah.
(Dharmadjaya, 14 September 2021)

===

51. Pesta

Semeriah apapun pesta digelar pasti kan berakhir.
Kenikmatan dan kesenangan hanya bayangan semu.
Fatamorgana kebahagiaan dari sebuah tarian ilusi tak bertepinya energi frekwensi vibrasi.
Bintang pengembara sahabat baikku teman kehidupanku berujar...
Sebagai informavora pelahap informasi seharusnya kau bangkitkan medan energi kebaikanmu atau kau instal ulang saja...
isi jiwamu dengan aplikasi kejernihan gelombang kesadaran akanNya.
(Dharmadjaya, 01 Oktober 2021)

===

52. Bunga Kebenaran

Disecarik kertas yang tlah lama lusuh ditelan debu perjalanan waktu, masih mampu kubaca semerbak wanginya bunga kebenaran bukan tersesat dikepalsuan misteri ingatan kenangan dejavu.
Sangat nyata menyaksikan hingga luluh dan berkata...
Tlah nampak nyata dipertontonkan hidayah itu pada diri dan alam, sejauh mata dan hati mau memandang.
Bersyukurlah bagi yang berkenan menyambut menerimanya.
Jika jalan nampak terang berhentilah tuk lelah bergumul dengan hatimu sendiri apalagi takut mendengarkan apa kata orang.
Lalu...
Kuceritakan tentang kapal yang lama karam hanya pada Tuhanku agar aku terbebas lapang dan dikaruniai kapal pesiar baru olehNya. 
(Dharmadjaya, 09 Nopember 2021)

===

53. Kesatria Penuh Luka

Terlalu sering kita terperosok kelubang lubang kesedihan dan menyalahkan orang lain bahkan... pada diri sendiri, yang seharusnya mengawal dan bercakap indah mesra padanya.
Bekas perihnya sayatan dan luka berdarah sayatan baru adalah rasa yang salah dalam pengertian memahami asyik dan manisnya menapaki tanjakan terjal.
Kesatria tangguh terlahir bukan karena kilatan tajam pedangnya namun keberaniannya terus melangkah dengan penuh luka.
Jangan salahkan pedangmu yang tak terhunus jika keberanianmu tak bersamaNya.
(Dharmadjaya, 16 Nopember 2021)

===

54. Asing Akan Diri

Teramat banyak ingin itu.
Bertumpuk tumpuk...
tinggi menjulang hingga khawatir dengan jumlah nafas tersisa.
Tak berhati hati pada ingin yang menjerumuskan.
Terancam dikebahagiaan semu.
Terperangkap oleh kecantikan wajah dunia.
Hingga...
Tenggelam di samudera kebingungan, diketakjelasan nilai dan tujuan hidup.
Takkah cukup sudah...
tuk merasa lelah, bosan dan...
merasa asing akan diri sendiri.
(Dharmadjaya, 18 Nopember 2021)

===

55. Sebutir Debu Semesta

Hidup sebatas singgah.
Bagai sebutir debu semesta yang terbawa angin kelana.
Dan menitipkan cinta padanya.
Bagai tawanan hina rasa malas.
Tak peduli tuk bertanya, siapa yang menciptakan perut dan menjaminnya.
Pergi berlari meninggalkan seakan tak lagi punya masa lalu.
Padahal...
gurunpun tak mampu menyembunyikanNya darimu.
Tak terburu buru Dia tuk menghakimi.
Tempat sandaran terindah.
(Dharmadjaya, 20 Nopember 2021)

===

56. Rasa Tak Terbendung

Meronta dan berguling guling di pelataran rasa tak terbendung tanpa verifikasi dan validasi, tanpa peduli kritis dan etisnya adalah menanam bibit tak acuh akan proses dan prosedur.
Waktu tak pernah mau menunggu lama.
Namun esensi rasa, juga haruslah dirasakan hingga tak tertipu terhijab ilmu dan amal yang terbatas.
Agar tak terlempar jauh tenggelam didasar rasa aku.
Kemudian... takluk, menjelma manusia tersembunyi sepi akhfiya.
(Dharmadjaya, 30 Nopember 2021)

===

57. Menjadi Lipatan Sejarah

Tuntutan dari sebuah kewajiban, tanggung jawab dan harapan terkadang terasa berat membebani.
Masalah adalah seperti jalan jalan sempit terjal, dimana kita hanya... masih belum mampu memahami dan terlalu sulit tuk menerima kehadirannya.
Hati hati berdiri diujung jurang karena hanya ingin tahu kedalamannya.
Karena terlalu yakin akan kemampuan dan kemauan.
Pilihlah jalan tengah.
Agar semua terlihat baik baik saja dan memang menjadi baik baik saja.
Agar mampu menghadapi beribu ribu kisah yang akan dijalani.
Selamat tinggal barisan masalah.
Biar... kini hanya menjadi lipatan lipatan sejarah yang tersusun rapi dilemari kokoh.
 
(Dharmadjaya, 02 Desember 2021)

===

58. Kerakusan Dan Ketidakpastian

Sudah berapa kali kau mandi dan bersuci hari ini.
Sudah seberapa maksimal untuk tak mengotori hati dan pikiran.
Hidup adalah konsekwensi sangat logis agar tidak bermain main liar ditengah toleransi.
Jadilah kuat dan terjaga.
Hingga... takut dan khawatir tak lagi terlintas.
Meski belati tajam dilehermu.
Was was hantu jin setan menakuti.
Sempit kehidupan menekan.
Hadirkan segera argumen... tanpa emosi dari spekulasi ilmiah liar, pemikiran yang mengambang dan kreativitas penuh prustasi.
Pekikan cinta yang mengerang kesakitan terjebak medan ranjau kosmis tanpa cahaya big bang.
Ditengah sahara kerakusan dan ketidakpastian.
Membungkus teka teki dalam lapisan misteri dari takdir yang kau coba rancang sendiri bagai spiral spekulasi tanpa harapan.
(Dharmadjaya, 07 Desember 2021)

===

59. Tidak, kataku

Aku sedang belajar tuk mengatakan tidak.
Tidak...
Tidak tidak tidak.
Pada siapapun.
Meski terasa sangat berat.
Berlatih sangat keras.
Menghapus rasa tak enaklah, takut, bahkan tersingkir.
Kecuali pada Tuhanku pemilik kebaikan dan kebenaran.
Apalagi harus menggadaikan kebaikan dan kebenaran hanya demi sekedar sekeping kenikmatan dunia.
Juga...
Mengatakan tidak pada inginku sendiri, meski ia meronta ronta, membujuk, memelas dengan berjuta alasan menjebak, menjerumuskan.
(Dharmadjaya, 18 Desember 2021)

===

60. Rasa Tak Penting

Terdengar sayup sayup akar masalah dari buah bibir kehidupan luka batin.
Reputasi kehormatan dan pentingnya legitimasi diri hanya sebuah upaya putus asa dalam kompensasi berlebih.
Membangun sketsa kemungkinan bukan penjelasan ekuivalensi sebab dan konsekuensi.
Hanya ungkapan sensasional dan oportunistik.
Badai kebingungan dan kegetiran.
Terkungkung rasa tak penting, dibawah standar.
Bangunlah...
Tiap hari Dia menerbitkan matahari, tiap detik menghembuskan udara tuk nafasmu.
Jika tidak...
Tidur sajalah, namun seindah tidurnya Ashabul Kahfi.
(Dharmadjaya, 21 Desember 2021)

===


 

Tidak ada komentar: